Imlek di Masjid di Jogja, Akulturasi Menguat
Jogja – tiga dekat lebih masyarakat tionghoa tak bisa merayakan imlek secara terbuka saat arah orde baru. Kini perayaan tahun baru imlek semakin terbuka menandakan menguat nya akulturasi. Bahkan beberapa tahun terakhir merayakan jika dilakukan di masjid. Sesuatu yang mustahil di masa lalu.
Keputusan gus dur saat datangnya arah reformasi dengan mencabut instruksi presiden nomor 14 tahun 1967 yang melarang pementasan kebudayaan tionghoa menandai era baru akulturasi di indonesia. Gus dur kemudian memperbarui inpres yang dikeluarkan presiden soeharto itu dengan mengeluarkan keputusan presiden nomor 6 tahun 2000 tentang pencabutan inpres nomor 14 tahun 1967 tentang agama, kepercayaan dan adat istiadat cina.
Sejak itulah kebudayaan tiang buah bergairah. Pada era pemerintahan presiden megawati soekarnoputri imlek kemudian ditetapkan sebagai hari libur nasional. Akulturasi pun menguat terus. Perayaan bahkan bisa diadakan di dalam masjid masjid tak hanya di jakarta hal itu juga dilakukan di daerah istimewa yogyakarta.
Pada tahun 2002, persatuan islam tong Hua indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta juga menyelenggarakan perayaan Imlek di Masjid Syuhada Kotabaru Jogja. Perayaan Imlek di Masjid Syuhada pada 2002 dilanjutkan dengan pengajian rutin Piti Daerah Istimewa Yogyakarta di sejumlah masjid di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penyelenggaraan pengajian tersebut, piti Daerah Istimewa Yogyakarta juga turut menggandeng Pemuda Tionghoa muslim Daerah Istimewa Yogyakarta sebuah komunitas pemuda yang menjadi generasi daerah Istimewa Yogyakarta.
Hal tersebut dipaparkan oleh anggota Pemuda Tionghoa muslim Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus peneliti budaya dari Universitas Islam Negeri sunan Kalijaga maulana.
” jadi semua pengajian rutin Piti Daerah Istimewa Yogyakarta berasal dari perayaan Imlek di Masjid Syuhada pada 2002 pencetusnya ketua pbti Daerah Istimewa Yogyakarta Budi setyagraha. Waktu itu budaya Tionghoa di masjid pengajian dilanjutkan dengan salat hajat” kata Reza kepada Harian Jogja Pekan lalu.
Sebelum dapat menyelenggarakan perayaan Imlek di Masjid Syuhada mereka berkonsultasi kepada Majelis Ulama Indonesia Jogja terkait materi pengajian. Hasilnya tak ada masalah terkait materi kebudayaan Tionghoa yang akan dibawakan. Hanya saja benda-benda seperti patung dewa dan dupa yang mengandung unsur Syirik dalam Islam tidak diperkenankan masuk masjid.
Materi yang dibawakan kental dengan akulturasi budaya Tionghoa dalam Islam. Contohnya seperti memperkenalkan bahwa di Tiongkok ada umat muslim yang turut merayakan Imlek yaitu suku Hui. Selain itu diperkenalkan pula ulama-ulama Islam yang berdarah Tiongkok dan merayakan Imlek.