Isakuiki, kecintaan doel wahab terhadap Barongsai
Isakuiki Barongsai Doel Wahab
Jogja – Dul wahab sudah 27 tahun aktif melestarikan kesenian barongsai. Kecintaannya pada Kesenian membuatnya tetap berkarya hingga usia senja. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, khusnul Istiqomah.
Doel Wahab kecil, ketika masih duduk di sekolah rakyat (SR), tak pernah absen melihat latihan barongsai. Setiap sore, di Kemetiran menuju ke beskalan, barat ramai Mall Malioboro.
Kecintaannya terhadap barongsai membuat Doel Wahab Setia menonton kelompok hoo hap hwee setiap sorenya. Ibarat jatuh cinta pada pandangan pertama.
” pertama kali lihat naga itu langsung senang,” ujar dia kepada Harian Jogja ketika ditemui di rumahnya kemetiran Kidul pringgokusuman gedongtengen Jogja, Selasa (22/1).
Saat menyaksikan atraksi pemain barongsai, dalam benak doel Wahab kecil selalu tertanam keinginan suatu saat nanti memiliki kelompok barongsai sendiri. hanya, i keinginannya itu sempat pupus saat doel wahab menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Karena kesibukannya, ia mengaku sempat lupa akan keinginannya bermain barongsai.
Mengakhiri pengabdian sebagai abdi negara
Namun, cita-cita itu tumbuh lagi menjelang Dul Wahab mengakhiri pengabdiannya sebagai abdi negara. Ia pun mulai giat berlatih. melihat keuletannya berlatih, seorang warga Tionghoa pun menghampiri untuk melatihnya. “saat itu, sebelum saya pensiun Saya sudah punya angan-angan untuk membuat kelompok barongsai yang saya namai isakuiki.”
pada 1991, iya pensiun dari pekerjaannya sebagai PNS di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Iya Pun mewujudkan cita-citanya untuk membentuk kelompok barongsai isakuiki yang sudah lama berada di dalam tangannya.
Nama isakuiki Bukan Tak memiliki maksud. Isakuiki diambil dari bahasa Jawa “Isaku” yang berarti ” bisa ku” “iki “yang berarti “ini”.
Nama itu sengaja dipilih sebagai antisipasi.” kalau ada yang bilang ‘kok penampilannya jelek?’ ya memang isakuiki,” ujar dia sambil terkekeh.
Karena hal itu pula dulu Wahab menjadi orang pribumi pertama yang melestarikan budaya Tiongkok di DIY. Tak jarang Ia mendapatkan cibiran dari orang lain karena justru melestarikan kebudayaan dari luar. Namun, hal itu tak membuatnya sakit hati ataupun Gentar.
Meski demikian, Doel wahab berjasa bagi seni bela diri pencak silat dalam misi kebudayaan. 3,5 bulan ia dikirim ke beberapa negara untuk memperkenalkan pencak silat.
Pada 29 agustus 1957 ia berangkat sambil mengemban misi kebudayaan ke cheska ,Hungaria, Polandia , Mesir , dan Rusia. Pengalaman itu sangatlah berharga baginya.
Iya aktif mengajar pencak silat ketika masih bekerja. ” seni itu sifatnya internasional. Indonesia diuri-uri bangsa asing jadi saya tidak apa-apa.”
Dul Wahab juga ikut aktif beratraksi dalam kesenian barongsai . Kesenian ini memang memiliki Tempat khusus di hatinya. Kecintaannya pada seni beladiri lah yang sedikit banyak mempengaruhi. Sebab, seseorang harus bisa beladiri. ” awalnya saya bermain bendera, lalu tombak, pedang, dan pedang 2. Sebelum naga dan barongsai, saya main itu dulu.”
Mendekati momen Imlek seperti saat ini, biasanya ia sudah kebanjiran permintaan untuk tampil di hotel bersama isakuiki. Tak jarang Hotel meminta harus ada Doel Wahab.
Kini, dul Wahab sudah pensiun pemain barongsai. Namun, aktivitas membuat topeng barongsai saya lanjutkan sampai sekarang. ” untuk mengisi kekosongan waktu dan memperpanjang usia saya kalau barongsai sekarang yang melanjutkan menantu saya”.
Untuk membuat topeng barongsai, dul Wahab memerlukan kertas, kawat, kain, cat dan lem, sedangkan peralatan yang dibutuhkan antara lain cetakan, amplas, gunting satu hal lagi yang sangat penting penting yakni sinar matahari. Kertas yang dibutuhkan untuk bahan utama adalah kertas semen karena lebih ulet disamping tetap membutuhkan kertas-kertas lainnya. Selain itu ia juga membutuhkan kain satin untuk badan barongsai dan kain bulu untuk hiasan,. Kain bulu ini harus dibeli dari Semarang, jawa Tengah lantaran belum tersedia di d i y.
Kertas-kertas itu direkatkan sebanyak 4 hingga 5 lapis agar kuat. Untuk membentuk kepala barongsai, dul Wahab sudah membuat cetakan sendiri Setelah selesai dicetak topeng, mentahan terlebih dahulu diamplas agar halus kemudian diberi warna dasar putih. Setelah itu ia akan mendesain gambar Barongsai baru kemudian diberi warna dan kelengkapan lainnya.
” ibaratnya ini uwuh (sampah), tapi tapi bisa jadi uang. uwuh kertas tapi kalau sudah jadi ini mahal loh satunya Bisa laku Rp100.000″
Meskipun hasilnya menggiurkan dulu Wahab tak lantas membuat barongsai sebanyak-banyaknya. Iya tak ingin ngoyo selain itu ia harus bekerjasama dengan matahari karena proses pengeringannya dilakukan secara alami dalam kurun waktu 2 minggu ia bisa menghasilkan 5 barongsai.
” ini penjual di alun-alun sudah banyak yang minta bisa saja saya setor semuanya tapi nanti di rumah jadi nggak ada kalau ada yang mau beli di rumah nanti kecewa”.
Syairnya cukup digemari pelanggan karena kualitas yang bagus sehingga lebih awet. Semua keterampilannya hanya dalam membuat topeng ini ia pelajari sendiri dengan mencontoh barongsai yang sudah ada. Dan proses pembuatannya dilakukan nya sendiri.
Tak salah kemudian temannya menjulukinya seniman otodidak kebiasaan membuat topeng sebetulnya sudah ia punya sejak kecil.
Iya diajari oleh orang Tionghoa berjulukan Mbah Codot. Awalnya Ia membuat topeng Bujang Ganong kemudian juga membuat topeng barongsai.