Menikmati Ngayogjazz dari Sudut Pedesaan
Dapat Dinikmati Semua Kalangan
Dua belas tahun telah berlalu, sejak Ngayogjazz pertama kali diadakan pada tahun 2007 silam. Festival jazz yang dikemas dengan pesta rakyat ini terus eksis dan menggema di sudut pedesaan paket wisata Jogja.
Pada pagelaran ke-12, Ngayogjazz hadir dan berkolaborasi dengan masyarakat Desa Gilangharjo, Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul. Dalam acara ini, pengunjung tidak harus kaya, pintar dan “berkelas” untuk dapat menikmati alunan music Jazz. Siapapun bisa datang dan bercengkerama dengan suasana santai.
Panggung acara ini bersifat terbuka dan menyatu dengan suasana pedesaan. Orang – orang bisa menikmati Jazz sambil menyantap jagung rebus, telo godog, cilok atau bahkan nasi kucing berlauk ikan teri dan tempe oseng.
Begitulah suasana di Ngayogjazz. Musik jazz menjadi inklusif, baik sebagai produk musik maupun sebagai tontonan. Dapat dinikmati dari semua kalangan dari lintasan usia. Di Ngayogjazz, musik Jazz seakan melebur dan berinteraksi dengan seni tradisi masyarakat. Semua itu bisa dilihat dari bentuk tatanan artistik, pembukaan sederhana dan model panggung yang dibuat terbuka dengan suasana pedesaan.
“Musik jazz bukan hanya sekedar tontonan tetapi juga sebagai peristiwa budaya sekaligus media pembentuk masyarakat yang mendukung produk seni,” kata penggagas Ngayogjazz, Djaduk Ferianto.
“Negara Mawa Tata, Jazz Mawa Cara”
Djaduk menekankan bahwa desa merupakan salah satu ujung tombaknya dalam peradaban umat manusia. Jadi, bukan tanpa alasan Ngayogjazz selalu diadakan di setiap sudut pedesaan.
Bagi Djaduk, di setiap acara Ngayogjazz, setiap desa dipilih tidak hanya sekedar objek tempat pelaksanaan, tetapi lebih dari itu, Desa menjadi mitra mutual, bagian dari pertunjukan. Adanya kota selalu berasal dari desa.
“Penduduk desa seharusnya tidak terlihat rendah. Orang kota kadang bodohnya minta ampun. Justru, penduduk desa memiliki pemikiran yang luar biasa. Kami memilih desa karena sedang belajar kearifan lokal. Kami belajar pemikiran-pemikiran penduduk desa yang jenius,” tutur Djaduk.
Pada tahun 2022, pada gelaran ke-12, Ngayogjazz mengusung tema “Negara Mawa Tata, Jazz Mawa Cara”. Tema ini dipilih sebagai respon dan jawaban atas fenomena yang berkembang dan tumbuh di masyarakat paket wisata Jogja.
Menurut Djaduk, negara memiliki tatanan, tetapi Jazz memiliki cara sendiri untuk menghormati itu. Dalam arti yang lain, bagaimana manusia melihat tatanan negara, namun demikian, semua manusia, memiliki cara mereka masing-masing untuk menghormati tatanan itu.
Menyatu Dengan Masyarakat dan Budaya Daerah
Acara Ngayogjazz mengajak manusia untuk belajar menghormati kearifan lokal dan menggunakan music jazz sebagai penghubung supaya dapat berbaur dan menyatu bersama dengan masyarakat dan budaya daerah.
Tidak hanya musik, konsep itu juga tercermin dalam balutan artistik yang ada di gelaran Ngayogjazz. Seperti model artistik pada pintu masuk yang dibuat lebih rendah. Tujuannya, supaya manusia dapat menunduk, ndelosor.
“Dari artistik itu kita bisa belajar nilai. Etika dalam sopan santun ketika bertemu orang tua, harus menunduk. Model begini, kita kerjakan dengan simpul-simpul yang lebih halus, “jelasnya. Lebaran Musik Jazz
Ngayogjazz di Sudut Pedesaan
Pada perhelatan ke-12, Ngayogjazz berhasil membius masyarakat Bantul dan kota Yogyakarta. Ribuan orang tumpah dan menikmati alunan music Jazz alami balutan suasana desa. Menghadirkan lebih dari 40 grup musik dan ratusan seniman dari Indonesia dan mancanegara. Dari Prancis, Belanda, Spanyol hingga Italia.
Mereka berbaur, bisa bersama tanpa sekat dengan musisi lain. Kondisi ini, dalam istilah Djaduk sebagai lebarannya music Jazz. “Kita berkumpul bersama, bergembira, kita bisa silaturahmi, ber-jam session tidak hanya diatas panggung tetapi di luar panggung kita bisa berinteraksi dengan siapapun. Kita lebaran jazz,” ujar Djaduk.
Menurutnya, Ngayogjazz adalah perayaan kegembiraan. Ketika dimana semua orang menyadari bahwa tahun saat ini merupakan tahun politik. Melalui Ngayogjazz mudah – mudahan bisa mengurangi tensi dan urat saraf yang tegang. “(Di Ngayogjazz) Kita menemukan kegembiraan yang lebih sehat, daripada selalu mendapatkan vitamin dari yang namanya hoaks,” candanya.