Wisata Religi Jogja, Ziarah Ke Makam Raja Mataram Di Imogiri
Makam raja-raja Mataram atau lebih familiar dengan sebutan Makam Imogiri, terdapat di Dusun Ginirejo, Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Pasareyan (Makam) ini mulai di bangun sekitar tahun 1632 sampai dengan 1640 Masehi, oleh Sultan Mataram yang ke 3 yang bernama Sultan Agung Adi Prabu Hanyokrokusumo, Sultan Agung merupakan keturunan dari Panembahan Senopati, Raja Mataram yang ke-1.
Hingga sampai saat ini makam-makam tersebut masih dilestarikan dan sering dikunjungi oleh masyarakat Jogja dan para wisatawan lokal bahkan turis mancanegara sekalipun. Berziarah kubur menjadi salah satu anjuran/perintah dalam agama islam di mana Berziarah itu sangat bermanfaat untuk meningkatkan keimanan/spiritual yang mengingatkan kita, akan ke mana kita kembali sesudah menjalani kehidupan di muka bumi ini. Makam ini menjadi salah satu objek ziarah dan wisata religi andalan di Imogiri yang menjadi bagian dari paket wisata Jogja.
Sejarah Tentang Makam Imogiri
Menurut sejarah, makam Imogiri Merupakan bagian dari bangunan keraton Kasultanan Mataram. Makam para raja ini terdapat di atas perbukitan. Setelah kerajaan Mataram Islam mengalami perpecahan dan terbagi menjadi 2 bagian yaitu Kasunanan yang terletak di Surakarta sekarang Solo dan Kasultanan yang berada di Yogyakarta, maka dari itu makam Imogiri pun juga terpisah menjadi 2 bagian.
Bagian sebelah barat digunakan untuk tempat pemakaman bagi raja-raja yang berasal dari Kasunanan Surakarta, sedangkan untuk bagian timur digunakan untuk tempat pemakaman para raja-raja yang berasal dari Kasultanan Yogyakarta. Makam Imogiri Yogyakarta merupakan pemakamam bagi Raja-raja Mataram yang terletak di dusun Ginirejo, Imogiri, Yogyakarta.
Salah satu bagian sejarah dan warisan yang sangat berharga untuk masyarakat Jogja dan Indonesia. Raja Mataram yang pertama di makamkan di pemakaman Imogiri ini adalah Sultan Agung Hanyokrokusumo, beliau telah berpesan bila kelak beliau berpulang atau wafat beliau minta untuk di makamkan di tempat tersebut. Sampai sekarang para raja,baik dari Kasutanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta yang telah wafat, semua di makamkan di pemakaman Imogiri ini.
Area pemakaman Imogiri ini memiliki luas sekitar 10 hektar. Di tempat ini tidak hanya terdapat makam pasarehan para raja saja, melainkan juga terdapat masjid, gapura, kelir (sebuah bangunan yang digunakan sebagai pembatas pintu gerbang), padasan (tempat untuk wudu, yang hanya di isi satu tahun sekali lebih tepatnya di bulan Suro), dan ada juga sebuah kolam yang terletak di sekitar masjid.
Lokasi pemakaman ini di dirancang dengan perpaduan arsitektur antara Hindu dan islam, oleh seorang arsitek yang bernama KRT Tjitrokusumo dari Jepara. Para peziarah yang berkunjung ke makam ini akan di dampingi oleh juru kunci makam. Selain itu ada beberapa peraturan dan larangan yang harus patuhi para peziarah selama berada di area pemakaman tersebut. Salah satunya seperti para peziarah diharuskan menggunakan pakaian budaya adat Jawa (untuk perempuan disarankan memakai kemben atau minimal memakai baju batik, sedangkan untuk para laki-laki diharuskan untuk memakai jarik dan tidak boleh menggunakan alas kaki).
Selain itu ada beberapa cerita yang beredar di masyarakat lokal tentang pantangan selama berada di tempat ini, konon katanya dilarang memakai perhiasan, terutama perhiasan emas, dilarang mengambil gambar atau memfoto makam Sultan Agung. Pada salah satu tangga yang menuju ke makam tersebut, terdapat sebuah nisan yang dengan sengaja di buat menjadi tangga supaya dapat di injak oleh para peziarah yang datang ke makam ini. Nisan tersebut merupakan nisan dari makam Tumenggung Endranata yang di anggap telah mengkhianati kerajaan Mataram Islam, namun selain cerita tersebut ada juga versi lain yang mengatakan apabila nisan tersebut adalah makam dari Gubernur Jenderal Belanda yang bernama JP Coen.