Sejarah Singkat Wayang Beber
Dimulai Pada Zaman Kerajaan Jenggala
Awal pewayangan adalah Wayang Watu (batu) pada abad ke-9, atau wayang yang terukir di dinding relief candi, kemudian berkembang menjadi wayang rontal. Hal ini ditemukan di Serat Sastramiruda yang tertulis Sengkalan Gambaring Wayang Wolu, yang berarti 861 Saka atau 939 Masehi.
Kemudian asal muasal Wayang Beber wisata jogja dimulai pada zaman Kerajaan Jenggala pada tahun 1223 M, meskipun bentuk aslinya masih belum sempurna seperti wayang beber, tetapi pada periode Jenggala perkembangan Wayang Beber dimulai. Bentuk Wayang Beber masih berupa gambar pada daun siwalan atau rontal atau lontar.
Kemudian ketika Prabu Suryahamiluhur menjadi Raja Jenggala dan memindahkan istana ke Pajajaran di Jawa Barat, ia memberikan sumbangan besar pada perkembangan cerita Wayang Purwa yang tergores di atas kertas yang terbuat dari kulit kayu. Ini adalah awal dari penggunaan kertas untuk Wayang Beber pada tahun 1244 AD. Makalah ini agak kekuningan dan disebut dlancang gedog. Gambar-gambar di atas kertas dapat dibuat lebih besar dan lebih jelas, tetapi ornamen, tetapi gambar-gambar masih dicat hitam dan putih.
Selama periode Majapahit, ketika Jaka Susuruh menjadi raja Majapahit di Jawa Timur pada 1316 M, gulungan kertas boneka diberikan di ujung setiap batang kayu panjang yang digunakan untuk menggulung cerita atau menunjukkan cerita selanjutnya. Tongkat kayu dapat dipegang dengan tangan selama mendongeng atau dimasukkan ke lubang yang disiapkan di kotak kayu. Pada saat itu orang mulai menyebutnya sebagai wayang beber (beber yang berarti peregangan dan juga mengungkapkan atau menjelaskan), yang sampai saat ini telah menjadi nama untuk jenis wayang beber.
Menggambarkan Karakter Dengan Bentuk Asli Tubuh Manusia
Ketika pemerintahan Raja Brawijaya V (sekitar 1378 M), raja memerintahkan putra ketiganya, Raden Sungging Prabangkara untuk mempelajari wayang dan juga untuk menciptakan Purwa Wayang Beber yang baru. Bentuk baru menggunakan beberapa warna, tidak seperti aslinya yang hanya hitam dan putih. Dalam lukisannya dapat dengan jelas membedakan antara raja dan punggawa. Raja Brawijaya juga memerintahkan putranya untuk membuat tiga set cerita terpisah, cerita ‘Panji di Jenggala’, cerita ‘Jaka Karebet di Majapahit’ dan cerita lain ‘Damarwulan’. Gambar yang dilukis pada wayang beber adalah bentuk yang sama seperti yang terlihat pada wayang beber di Bali saat ini.
Selama Kerajaan Demak pada tahun 1518 AD ketika kerajaan Islam mulai muncul di Jawa dan perubahan mulai terjadi yang menentukan perkembangan wayang beber di masa depan. Gambar-gambar dalam wayang beber masih menggambarkan karakter dengan bentuk asli dari tubuh manusia. Ini dilarang dalam hukum fikih dalam Islam. Kemudian para utusan Islam dan juga para Penjaga berbicara tentang cara terbaik untuk memodifikasi bentuk wayang, karena di sisi lain wayang dapat terus dan dikembangkan, itu juga bisa menjadi sarana untuk menyebarkan Islam. Saat itu Sunan Ratu Tunggul juga mengembangkan cerita Panji untuk boneka gedog.
Pembaharuan bentuk pewayangan jogja yang diprakarsai oleh para Wali, yaitu dengan melakukan stilisasi atau distorsi sehingga bentuk wayang yang semula realistis menjadi simbol. Proporsi tubuh boneka dan wajah, tidak lagi sesuai dengan anatomi tubuh dan wajah manusia secara alami. Bentuk-bentuk simbolis dari wayang yang diciptakan selama era Kesultanan Demak adalah model-model pertama (prototipe) bentuk-bentuk simbolis dari pewayangan kontemporer.
Selama periode Kerajaan Kartasura pada 1690 AD, di bawah pemerintahan Mangkurat II di Kartasura, citra Wayang Beber diciptakan kembali dengan permainan Joko Kembang Kuning. Cerita ini mencapai enam gulungan kertas dan konstruksi selesai pada 1692 AD. Selain itu pada masa Raja Pakubuwana II di Kartasura, juga dibuat wayang beber dengan siklus spanduk dengan permainan kuning Jaka Kembang dan juga Remeng Mangunjaya yang selesai pada 1735 AD. Kemudian pada masa pemerintahan Paku Buwana II, terjadi pemberontakan Tionghoa dimana pada waktu itu Istana di Kartasura dapat dikendalikan oleh musuh. Ketika dievakuasi, para anggota kerajaan juga membawa semua pusaka termasuk peralatan beber boneka Joko Kembang Kuning. Sebagian dari wayang beber ini menghilang di daerah Gunungkidul, Wonosari dan beberapa berada di desa Karangtalun, Pacitan yang sampai saat ini masih diadakan dari generasi ke generasi dalam urutan menurun.
Perkembangan Wayang Beber
Seiring berjalannya waktu, perkembangan seni pertunjukan Wayang Beber tidak berhenti hanya sebatas pertunjukan dalam gaya tradisi lama. Berbagai perkembangan dilakukan untuk pertunjukan Wayang Beber, dari alternatif hingga bentuk kontemporer. Pertunjukan Wayang Beber yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada tanggal 29 September 1997 di gedung Purna Budaya, Bulaksumur. Gawang digunakan untuk membongkar gulungan kain dengan gambar boneka beber memberikan perspektif baru secara visual pada bentuk pertunjukan Wayang Beber. Instrumen dan gendhing iringannya juga berbeda, karena menggunakan seperangkat gamelan ageng laras pelog dan slendrolike dalam pertunjukan Wayang Kulit, plus instrumen lain, keyboard. Demikian juga sistem pencahayaan juga telah dikerjakan serta pengemasan seni pertunjukan di atas panggung. Tampil sebagai dalang adalah Ki Edy Suwondo, mencoba menghidupkan gambar statis wayang beber ke dalam cerita.
Dalang Musyafiq juga menampilkan pertunjukan alternatif Wayang Beber dengan kisah Wayang Beber dari Pacitan. Dalam pertunjukan Wayang Beber, Musyafiq menggunakan tiga cara melakukan Wayang Beber pada saat yang sama, yaitu: Pacitan, Wonosari, dan metode Musyafiq itu sendiri. Pertunjukan ini merupakan versi bertahap dari Wayang Beber yang dibuat oleh Musyafiq. Dalam pertunjukan Wayang Beber, Musyafiq tidak memasukkan instrumen gamelan sebagaimana seharusnya dalam pertunjukan Wayang Beber seperti kendang, rebab, demong, kempul dan paron. Musafiq menggunakan alat musik modern dalam bentuk keyboard dan dua penyanyi sebagai sinden dan penyanyi latar. Menurut Musafiq, penggunaan alat-alat modern ini adalah untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan situasi saat ini. Keyboard yang digunakan oleh Musafiq untuk memainkan musik campursari populer.
Kesenian Tradisional Yogyakarta
Kemudian pertunjukan Beber Wayang Kontemporer dimulai oleh Kota Wayang Beber yang diprakarsai oleh Dani Iswardana berlangsung pada tanggal 14 Februari 2005 dan pertama kali dilakukan di aula Soedjatmoko di Solo dalam acara Perubahan Perubahan Solo. Cerita yang disajikan dalam pertunjukan tidak lagi menggunakan spanduk sebagai penuturan cerita, tetapi hanya semangat spanduk yang masih melekat dalam bentuk gambar dan mendongeng. Karena pesan tentang spanduk adalah hilangnya cinta, kemudian mencoba untuk meningkatkannya melalui kesadaran akan kritik sosial. Seperti hilangnya pasar tradisional yang digantikan oleh mall yang lebih sosial. Ceritanya adalah tentang hilangnya cinta yang diingatkan untuk dihidupkan kembali.
Bentuk lain dari pertunjukan wisata Wayang Beber Kontemporer juga dilakukan oleh Komunitas Wayang Metropolitan Beber di Jakarta. Pengembangan yang dilakukan disesuaikan dengan kehidupan metropolitan di Jakarta yang menawarkan berbagai hiburan dan seni yang beragam bagi warganya. Komunitas ini mencoba membawa fenomena metropolitan yang ada ke dalam bentuk karya seni Kontemporer Beber Wayang dan mencoba menjawab masalah-masalah perkotaan tetapi dengan bentuk-bentuk seni.