Monumen Jogja Kembali, Mengenang Perjuangan TNI Lawan Belanda
Kembalinya Kedaulatan Republik Indonesia dalam enam jam yang membuat pasukan Belanda berserakan. Serangan yang menjadi awal kembalinya kedaulatan Republik Indonesia.
Suara sirene istirahat terdengar dari pos pertahanan Belanda. Di bawah komando Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Brigade Regional ke-10 Wehrkreise III, mulai menyerang pertahanan Belanda setelah mendapat persetujuan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai pemrakarsa serangan. Pasukan Belanda, yang telah berada di militer selama satu bulan sejak Agresi Militer II pada bulan Desember 1948, dibubarkan di pos-pos kecil, tersebar dan melemah. Selama enam jam Tentara Nasional Indonesia (TNI) berhasil menduduki kota Yogyakarta, setelah memaksa pasukan Belanda mundur. Tepat pukul 12.00 siang, menurut rencana, semua pasukan TNI mundur dari pusat kota ketika bantuan Belanda tiba. Kekalahan telak bagi Belanda.
Pertempuran ini, yang dikenal sebagai Serangan Umum pada 1 Maret, adalah awal pembuktian bagi masyarakat internasional bahwa TNI masih memiliki kekuatan untuk melawan dan menyatakan bahwa Republik Indonesia masih ada di sana. Ini dipicu setelah Pemerintah Belanda yang telah menangkap dan mengasingkan Bung Karno dan Bung Hatta ke Sumatra, memunculkan propaganda dengan menyatakan bahwa Republik Indonesia telah hilang.
Berita tentang perlawanan selama enam jam kemudian dilaporkan ke Wonosari, dilanjutkan ke Bukit Tinggi, kemudian Burma, New Delhi (India), dan berakhir di markas besar PBB di New York. Dari berita ini, PBB, yang menganggap Indonesia telah merdeka, telah memaksa Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam pertemuan yang berlangsung di Hotel Des Indes Jakarta pada 14 April 1949, perwakilan Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem dan perwakilan Belanda, dipimpin oleh Van Royen, menghasilkan perjanjian yang ditandatangani pada 7 Mei 1949. Perjanjian ini kemudian disebut Perjanjian Roem Royen. Dalam perjanjian ini Belanda dipaksa menarik pasukan mereka dari Indonesia, dan memulangkan Presiden dan Wakil Presiden, Soekarno-Hatta ke Jogja.
Makna Yang Tersirat Dan Tersurat Dalam Tetengger Sejarah
Untuk memperingati peristiwa sejarah perjuangan bangsa, pada 29 Juni 1985 Monumen Yogya Kembali (Monjali) dibangun. Peletakan batu pertama dari monumen setinggi 31,8 meter dilakukan oleh Sultan Hamengku Buwono IX setelah melakukan upacara tradisional penanaman kepala kerbau. Empat tahun kemudian, pada tanggal 6 Juli 1989, gedung itu selesai dibangun. Pembukaan itu diresmikan oleh Presiden Soeharto dengan penandatanganan Prasasti.
Monumen yang terletak di Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman ini berupa gunung, yang merupakan simbol kesuburan juga memiliki makna melestarikan budaya leluhur prasejarah. Peletakan bangunan mengikuti budaya Jogja, terletak di poros imajiner yang menghubungkan Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan Parangtritis. “Macro Cosmos Shaft atau Large Life Axes” menurut Pak Gunadi . Titik imajiner pada bangunan yang berdiri di atas 5,6 hektar lahan dapat dilihat di lantai tiga, tepatnya di tempat di mana tiang bendera berada.
Nama Monumen Yogya Kembali adalah simbol dari berfungsinya kembali Pemerintah Republik Indonesia dan sebagai tetengger sejarah ditarik mundurnya tentara Belanda dari ibu kota Yogyakarta pada 29 Juni 1949 dan kembalinya Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan pejabat lainnya pada 6 Juli 1949 di Yogyakarta.
Replikasi Pesawat Hinga Ruang Hening
Memasuki area monumen yang terletak sekitar tiga kilometer dari pusat kota Jogja, pengunjung akan disambut dengan replika Pesawat Cureng dekat pintu timur dan replika Pesawat Guntai di dekat pintu barat. Menaiki podium di barat dan timur pengunjung dapat melihat senapan mesin roda dua lengkap dengan tempat duduk mereka, sebelum turun ke halaman depan kaki Monumen. Di ujung selatan pelataran berdiri tegak sebuah dinding yang memuat 420 nama pejuang yang gugur antara 19 Desember 1948 hingga 29 Juni 1949 serta puisi Karawang Bekasi-nya Chairil Anwar untuk pahlawan yang tidak diketahui namanya.
Monumen ini dikelilingi oleh kolam (jagang) yang dibagi oleh empat jalan menuju bangunan utama. Jalan barat dan timur menghubungkan dengan pintu masuk lantai pertama yang terdiri dari empat ruang museum yang menyajikan setidaknya 1.000 koleksi tentang Satu Maret, perjuangan sebelum kemerdekaan sampai kota Yogyakarta menjadi ibu kota Republik Indonesia. Seragam Tentara Pelajar dan kursi tandu Panglima Jenderal Sudirman yang masih disimpan di sana. Selain itu, ada juga ruang Sidang Utama, yang terletak di sebelah museum I. Ruang bundar dengan diameter sekitar 25 meter berfungsi sebagai ruang serba guna, karena biasanya disewakan untuk keperluan seminar atau pernikahan.
Sementara itu jalan utara dan selatan dihubungkan oleh tangga menuju lantai dua di dinding luar yang mengelilingi gedung dengan 40 relief yang menggambarkan peristiwa perjuangan bangsa dari 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. Sejumlah peristiwa bersejarah seperti fisik perjuangan dan diplomasi sejak Proklamasi Kemerdekaan, mengembalikan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia ke Yogyakarta sampai pembentukan Tentara Keamanan Rakyat dilukiskan dalam relief. Sedangkan di dalam gedung, ada 10 diorama yang melingkari gedung yang menggambarkan gambaran situasi ketika Belanda menyerang Maguwo pada 19 Desember 1948, SU Satu Maret, Perjanjian Roem Royen, hingga peringatan Proklamasi 17 Agustus 1949. di Gedung Besar Yogyakarta.
Monumen Jogja Kembali – Paket Wisata Jogja
Lantai teratas merupakan tempat hening berbentuk lingkaran, dilengkapi dengan tiang bendera yang dipasangi bendera merah putih di tengah ruangan, relief gambar tangan yang menggambarkan perjuangan fisik pada dinding barat dan perjuangan diplomasi pada dinding timur. Ruangan bernama Garbha Graha itu berfungsi sebagai tempat mendoakan para pahlawan dan merenungi perjuangan mereka.
Selama ini perjuangan bangsa hanya bisa didengar melalui guru-guru sejarah di sekolah, atau cerita seorang kakek pada cucunya. Dalam Paket wisata Jogja, Monumen Jogja Kembali akan memberikan gambaran yang lebih jelas bagaimana kemerdekaan itu tercapai. Melihat berbagai diorama, relief yang terukir atau koleksi pakaian hingga senjata yang pernah dipakai oleh para pejuang kemerdekaan. Satu tempat yang akan memuaskan segala keingin tahuan tentang perjalanan Bangsa Indonesia meraih kemerdekaan.